MAKALAH
ISLAM DAN
TERORISME
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Studi
Islam
Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, MSI
Disusun oleh
Shofi Khoirun Niswah 133911027
Rokhisatun Nasihah 133911028
Wiji Astuti Ningsih 133911029
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
Pendahuluan
Selama ini terorisme sering diidentikkan dan dilekatkan pada
penganut fundamentalisme, utamanya fundamentalisme agama yang kemudian
disebut-sebut sebagai anak kandung agama Islam, artinya agama Islam diposisikan
sebagai terdakwa yang ajaran-ajarannya membenarkan dan menghalalkan kekerasan
sebagai tajuk perjuangan.
Sementara itu, kemunculan terorisme sendiri cukup kompleks.
Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul beragam argument teoritis mengenai
sebab-sebab terjadinya terorisme.
Sebagi fenomena teks keagamaan, kata jihad sering kali dipahami
oleh kelompok eksklusif sebagai suatu tindakan yang lekat dengan kekerasan.
Dalam kaitannya dengan hal ini maka asumsi komunitas keagamaan menyebut bila
terorisme diidentikkan dengan Islam.
Ideologi fundamentalis Muslim atas legitimasi agama terhadap aksi
kekerasan sebagai konsep jihad perlu dikaji lebih mendalam. Hal ini dimaksudkan
untuk mengelaborasi ada atau tidaknya keterkaitan antara jihad dalam Islam dan
aksi terror, sekaligus menjawab asumsi bahwa Islam seolah-olah menjustifikasi
terorisme.
II.
Rumusan Masalah
A.
Apa
pengertian dari Islam dan Terorisme?
B.
Bagaimana
karakteristik terorisme?
C.
Faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya terorisme?
D.
Bagaimana
pandangan Islam terhadap Terorisme?
E.
Apa perbedaan
Jihad dan Terorisme?
III.
Pembahasan
A. Pengertian Islam
dan Terorisme
Kata
Islam berasal dari kata “aslama” yang merupakan turunan dari kata “as-salm,
as-salam, as-salamah” yang artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir
dan batin. Dengan demikian, dari asal kata ini, dapat diartikan bahwa dalam Islam
terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna. Kata “Islam” juga
dapat diambil dari kata “as-silm” dan “as-salm” yang berarti
perdamaian dan keamanan.
Secara
terminologis disepakati oleh para ulama bahwa Islam adalah, kaidah hidup yang
diturunkan kepada manusia sejak manusia diturunkan ke muka bumi dan terbina
dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang suci yang
diwahyukan Tuhan kepada nabi-Nya yang terakhir, yakni nabi Muhammad SAW., satu
kaidah hidup ynag membuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup
manusia, baik spiritual maupun material.
Dari definisi
itu, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada
manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi aturan-aturan atau norma-norma yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia
dengan alam semesta.[1]
Pada dasarnya,
istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat
sensitive karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap
orang-orang yang tidak berdosa.[2]
Secara
etimologis, terorisme memiliki beberapa pengertian yakni:[3]
1.
Attitude
d’intimidation (sikap
menakut-nakuti).
2.
Use
of violence and intimidation, especially for political purposes (penggunaan kekerasaan dan intimidasi, terutama untuk
tujuan-tujuan politik).
3.
Penggunaan
kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama
tujuan politik); praktek-praktek tindakan terror.
4.
Setiap
tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan (fear and
dispear).
Adapun
pengertian terorisme secara Terminologis, dikemukakan oleh para pakar sebagai
berikut:
a.
Menurut
Fauzan Al-Anshari, terorisme adalah tindakan yang menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang berlatar belakang politik atau kekuasaan dakam suatu
pemerintah negara.[4]
b.
Menurut
Majma’ Al-Buhuts al-Islamiyah al-Azhar al-Syarif (organisasi pembahasan
fiqih dan Ilmiyah al-Azhar) yaitu tindakan yang dapat mengganggu stabilitas
keamanan masyrakat, kepentinagan umum, kebebasan dan kemanusiaan serta merusak
harta dan kehormatan karena ingin berbuat kerusakan di muka bumi.[5]
c.
Dalam
literatur sosiologi Barat, terorisme adalah salah satu bentuk aksi bermotif
politik yang menggabungkan unsur-unsur psikologis (seperti mengancam: kondisi
akibat diancam) dan fisik (aksi kekerasan) yang dilakukan oleh individu atau
kelompok kecil dengan tujuan pengajuan tuntutan teroris terpenuhi.[6]
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terror diartikan dengan:[7]
1.
Perbuatan
(pemerintahan dan Sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis dan
sebagainya).
2.
Usaha
menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
Terorisme berarti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha
mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik); praktik-praktik tindakan
terror.
Jadi terorisme adalah setiap tindakan atau ancaman yang dapat
mengganggu keamanan orang banyak baik jiwa, harta, maupun kemerdekaannya yang
dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun negara.[8]
B. Karakteristik
Terorisme
Yang dimaksud
kriteria terorisme disini adalah unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
perbuatan sehingga tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan
terorisme.
Secara
eksplisit, suatu tindakan kejahatan yang dikategorikan sebagai tindakan
terorisme jika memenuhi kriteria antara lain:
1.
Andanya
tindakan berupa ancaman ataupun kekerasan yang illegal.
2.
Tindakan
tersebut berdampak pada masyarakat baik fisik, psikis, harta benda mereka
maupun fasilitas umum baik yang berskala domestik maupun internasional.
3.
Manimbulkan
ketakutan dan kepanikan suatu kelompok atau masyarakat.
4.
Adanya
tujuan atau kepentingan yang ingin dicapai pelaku, pada umumnya bernuansa
polotik.
5.
Korban
tindakan tidak selalu berkaitan langsung dengan tujuan yang hendak dicapai.
6.
Pelakunya
dapat berupa perorangan, kelompok terorganisir ataupun penguasa dalam suatu
pemerintahan yang sah.[9]
C. Faktor penyebab
munculnya terorisme
1.
Jauh
dari tuntunan syari’at Allah
Jauh
dan berpaling dari syari’at Islam adalah sebab kebinasaan dan kesengsaraan.
Allah berfirman QS. Thaha 123-124.
Maka, meninggalkan tuntunan dan aturan agama, serta tidak
menerapkannya dalam kehidupan adalah sebab kesengsaraan dan kesesatan, yang
terorisme terhitung sebagai bagian kesengsaraan yang menimpa manusia.
2.
Jahil
terhadap tuntunan syari’at dan sedikitnya pemahaman agama
Kejahilan
adalah penyakit dan kejelekan yang sangat berbahaya. Darinyalah lahir berbagai
fitnah, kerusakan, dan malapetaka.
Dari kenyataan
yang ada, kita melihat berbagai aksi terorisme dengan mengatasnamakan agama,
padahal kenyataannya hal tersebut muncul dari sedikitnya pemahaman terhadap
agama yang benar.
3.
Sikap
ekstrem
Sikap ekstrem
ini adalah sumber kerusakan dan penyimpangan. Ibnu Qayyim berkata, “tidaklah
Allah memerintah dengan suatu perintah, kecuali syaitan mempunyai dua sasaran
aksi perusakan (terhadap perintah Allah tersebut), apakah untuk menelantarkan
dan menyia-nyiakan, atau untuk berlebihan dan ekstrem. Agama Allah (terletak
di) pertengahan, antara yang menyepelekan padanya dan yang ekstrem.”
Ekstrem dalam
penegakan jihad di jalan Allah sehingga mereka mengobarkan jihad bukan pada
tempatnya, yang sama sekali tidak dituntunkan dalam syari’at.
4.
Jauh
dari tuntunan ulama
Sesungguhnya
para ulama mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di tengah umat, dan telah
dipuji dan dijelaskan keutamaan mereka dalam berbagai nash ayat maupun hadis.
Oleh karena itu, kita diperintah untuk merujuk kepada mereka dalam segala
urusan.
5.
Mengikuti
ideologi menyimpang
Salah satu penyebab utama timbulnya terorisme adalah kerusakan dan
kesesatan pemikiran, serta samarnya kebenaran terhadap kebatilan para pelaku
terorisme tersebut.
Kerusakan ideology ini muncul karena beberapa faktor pokok:
a.
Keberadaan
kerancuan dalam manhajut talaqqi ‘metode pengambilan ilmu’.
b.
Mengambil
nash secara tekstual tanpa fiqih yang mendalam, tidak menggunakan kaidah-kaidah
pemetikan/penyimpuan hukum sebuah dalail, tidak memperhitungkan pemahaman ulama
dalam masalah tersebut dan tidak pernah menoleh pada alasan-alasan manusia yang
kadang terjatuh kedalam sebuah kesalahan karena udzur syar’i.
c.
Perang
pemikiran dan tipu daya iblis yang menjangkit di tengah umat.
d.
Mengikuti
hawa nafsu.
6.
Hizbiyah
terselubung
Hizbiyah yang
menjamur pada kelompok, yayasan, organisasi, golongan, dan jamaah-jamaah yang
menisbatkan dirinya kepada Islam adlah penyakit dan malapetaka yang sangat
besar bagi siapa saja yang terjerembab ke dalamnya.
Bentuk-bentuk
hizbiyah yang pondasinya dibangun di atas dasar kecenderungan terhadap
perselisihan dan perpecahan, keluar dari jamaah kaum muslimin, serta membangun
ikatan loyalitas untuk diri, kelompok, atau jamaahnya adalah suatu hal yang
tercela dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.[10]
7.
Tersebarnya
buku-buku yang memuat ideologi terorisme
Para penganut
pemikiran menyimpang sangat antusias melariskan mpemikiran dan racun mereka
pada segala kesempatan. Penulisan
buku-buku agama termasuk sarana yang sangat mereka manfaatkan dalam hal
tersebut.[11]
8.
Paham
khawarij
Beberapa
ciri pokok paham khawarij sehingga bahaya dapat diketahui dan dijauhi.
a.
Melakukan
pembangkangan dan pemberontakan terhadap para penguasa Muslim, dan tidak
menaatinya walaupun dalam hal yang ma’ruf.
b.
Mengkafirkan
pelaku dosa besar.
c.
Memanas-manasi
hati masyarakat untuk membenci penguasa dengan menyebut kejelekan penguasa dan
mencerca penguasa itu.
d.
Mengkafirkan
secara mutlak orang yang berhukum dengan selain hukum Allah.
e.
Mengkafirkan
pemerintah dengan alasan bahwa pemerintah menelantarkan jihad.
f.
Melakukan
aksi peledakan dan pengeboman.
g.
Membolehkan
membunuh aparat pemerintah.
9.
Kerusakan
media massa
Media masa
terhitung sebagai sarana yang paling banyak mempengaruhi pemikiran, akhlak dan
kehidupan manusia.
Kita melihat
bahwa kebanyakan pemberitaan media masa telah menjadi tunggangan syaitan dalam
menyebarkan fitnah, kesesatan, dan kerusakan ditengah manusia.
10.
Diletakkannnya
berbagai rintangan terhadap dakwah yang haq
Memunculkan
rintangan terhadap dakwah yang benar, seperti tuduhan-tuduhan jelek yang
tertuju pada umat Islam secara umum atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
menyudutkan umat Islam akan menyebabkan kemunculan terorisme.[12]
Jika
disederhanakan, ada dua variable penjelas utama untuk memahami munculnya gerakan-gerakan
radikal di kalangan Islam, yaitu, faktor dari dalam Islam dan faktor dari luar
Islam. Faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan dengan penafsiran konsep
jihad yang dipahami oleh sebagian umat Islam. Penganut gerakan-gerakan radikal
Islam umumnya didorong oleh pemahaman mereka tentang konsep jihad yang dimaknai
sebagai perang terhadap lawan non Islam.
Implementasi
konsep jihad lebih banyak dipahami sebagai perang suci. Jihad dipahami sebagai kewajiban
setiap Muslim untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan
dan perang. Akibatnya banyak kaum muslimin yang rela sebagai martir untuk
melakukan perang atas nama agama.[13]
Sementara itu,
faktor dari luar bisa dalam bentuk reaksi terhadap modernisasi yang dilakukan
oleh Barat terhadap dunia Islam. Daniel Lerner, menjelaskan munculnya fundamentalisme
di Timur Tengah sebagai reaksi atas atas modernisasi yang dikenalkan barat yang
dianggap telah mendistorsi otoritas tradisional mereka.
Namun,
perkembangan belakangan ini menunjukkan bahwa radikalisme di kalangan sebagian
penganut Islam didorong oleh kondisi social ekonomi inernasionalyang dianggap
tidak adil bagi kaum muslimin.[14]
Figur pemimpin
memegang peranan kunci di dalam gerakan-gerakan radikal Islam ini. Pemimpin
kharismatis dengan kemampuan manipulasi ideology yang tinggi, pembangkit emosi
dan penggerak kesadaran masa, menjadi faktor signifikan dalam mengarahkan ke
mana aksi-aksi ditujuan. Seorang pemimpin kharismatis menduduki posisi
strategis, sebab pada dirinyalah fenomena dan berbagai peristiwa di
definisikan, sehingga menjadi bingkai cara pandang para pengkutnya.[15]
Di dalam
pandangan Ted Robert Gurr (1970), kekerasan kelompok (Collective violence), termasuk
di dalamnya adalah terorisme, itu akan terjadi manakala terdapat ketidakmpuasan
yang menguat di dalam masyarakat. Ketidak puasan itu merupakan hasil dari apa
yang dipandang sebagai kesenjangan dari yang menjadi harapan dengan apa yang
sesungguhnya. Kesenjangan yang disebut deprivasi relative itu bisa menjadi
motivasi untuk melakukan kekerasan, termasuk terorisme, melalui mekanisme
psikologis “frustasi-agresi” (Frustation Agretion) (Brush, 1996: 527).
Di dalam
pandangan teori deprivasi relative ini, terorisme keagamaan muncul manakala
para penganut agama-agama itu merasa kecewa terhadap realitas yang mereka
hadapai. Realitas yang mereka hadapi itu dipandang sangat berlainan dengan apa
yang menjadi keyakinannya. Padahal, sebagai penganut keyakinannya.[16]
Penelusuran
psikologi dalam masalah terorisme banyak difokuskan pada motivasi terorisme.
Kebanyakan eksplorasi terhadap perilaku teroris dimulai dengan teori
frustasi-agresi yang berdasarkan pada hipotesis stimulus-respons. Berdasarkan
teori ini dihipotesiskan bahwa teroris memilh terorisme karena mereka frustasi
terhadap kenyataan bahwa tujuan-tujuan politik mereka tidak akan pernah
tercapai dan hal tersebut merupakan representasi dari frustasi yang signifikan
dan tidak dapat diterima dalam perilaku mereka untuk mencapai tujuan.[17]
D. Pandangan
Islam Terhadap Terorisme
Menurut Ali Mubarok sebenarnya tidak ada urusan antara agama dan
kekerasan (teroris). Konflik agama dalam kasus-kasus kekerasan di manapun tidak
lebih hanya sebagai faktor yang menambah bobotnya saja. Kalau ditamsilkan,
hanya sebagai bumbu penyedap yang hanya mempergawat situasi konflik yang sudah
terjadi karena faktor-faktor lain. Memang sulit dijelaskan bahwa faktor itu
dipicu secara independen antara agama. Apalagi Islam sendiri secara doctrinal,
sangat menjujung tinggi perdamaian. (Republika, 16 oktober 2003).
Menurut Hasyim Muzadi, peledakan bom yang beruntun di Indonesia bukan bagian
dari ajaran agama. Tapi itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan “tidak
boleh dibelokkan pada komunitas agama manapun” (Duta Masyarakat, 31 Oktober
2002). Fenomena terorisme yang mengatas namakan agama bisa jadi merupakan
akibat dari hubungan antar negara agama, ketika negara dipersepsikan sebagai
representasi agama. Sehingga setiap konflik yang muncul antar negara disebut
juga konflik agama seperti konflik antar negara-negara Arab dan Israel, padahal
yang menjadi pelaku kekerasan dan terror berasal dari kelompok-kelompok dalam
masyarakat yang memang memiliki perbedaan agama. Namun sulit untuk menarik
hubungan bahwa agama merupakan sumber dari terorisme.[18]
Hampir semua pemuka Islam menolak adanya pengkaitan antara Islam
dengan Terorisme. Ajaran Islam dipandang mengajarkan perdamaian dan bukan
terorisme. Terlepas dari penolakan label terorisme itu, realitas menunjukan
bahwa ada kelompok-kelompok di dalam Islam yang menggunakan simbol Islam di
dalam mencapai tujuannya, termasuk melalui cara-cara terorisme.
Secara normatif, agama dan terorisme barangkali tidak memiliki
keterkaitan sama sekali. Tetapi secara empiris, benang merah diantara keduanya
memang tidak bisa dielakan. Sebagian ulama fuqaha menyatakan bahwa istilah Muharabah
dan fasad fi al-ardh merupakan dua istilah yang sepadan dengan istilah
terorisme.
Terorisme merupakan fenomena internasional yang bisa tidak memiliki
batas territorial. Termanifestasi dlam berbagai bentuk, selain motif agama,
yakni adanya fanatisme di dalam beragama, terorisme juga bermotif lain seperti
rasialisme, separatism, dan oposisi terhadap pemerintah[19]. Dalam pandangan Islam, dari pada dalam bentuk pertumpahan darah
atau perang, lebih berpengaruh Ghozwul Fikr dalam menghancurkan sebuah
peradaban. Karena dengan merusak pikiran suatu negara, maka mereka akan menjauh
dari agamanya. Jauhnya seseorang dari agamanya itulah sebuah penghancuran yang
sesungguhnya. Zionisme sebagai sebuah gerakan keagamaan, selama berdiri dan
perkembangan mereka, sama sekali tidak pernah mendapatkan penolakan dan
perlawanan maupun di tentang oleh orang-orang Islam, karena memang dirinya
menganggap sebagai kturunan dari agama Nabi Ibrahim as. Namun, pada dasarnya
mereka mengingkari agama secara radikal bahkan menentang pula dengan keras[20]. Mereka merusak pikiran-pikiran orang Islam dan mengancurkan
kehidupan orang-orang Islam menggunakan produk sampah mereka.
Pelanggaran-pelanggaran
hukum jihad Islami yang dilakukan teroris:
Konsep jihad, dalam pandangan kiai dan santri, seringkali dipahami
dalam dua pengertian. Pertama, dalam pengertian bahasa yaitu mencurahkan
kemampuan dan melawan musuh. Kedua, dalam pengertian teologi, yakni pengertian
jihad dalam konsep hukum Islam, baik yang di dasarkan pada Al-Qur’an,
As-Sunnah, atau Ijma’ para ulama.
Pelanggaran-pelanggaran hukum jihad Islami yang dilakukan teroris:
1.
Jihad
yang ditujukan kepada diri sendiri yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri
kepada Allah
Inti
jihad sebenarnya adalah mencurahkan kemampuan secara sungguh-sungguh di jalan
Allah. Jihad semacam ini adalah semua perbuatan yang dilakukan secara
sungguh-sungguh dengan tujuan untuk mencapai keridhaan dan kedekatan dengan
Allah SWT.
2.
Berjihad
melawan hawa nafsu
Dikatakan
jihad akbar karena berlakunyasepanjang massa, sepanjang umur yang melekat pada
diri sendiri. Oleh karena itu, bentuk jihad bergantung pada kontekssituasi yang
melingkupi seseorang, sehingga setiap orang memiliki jihad masing-masing.
“Bukankah
Rasulullah pernah berkata ketika pulang dari suatu perang, bahwa kita baru
selesai dari perang (jihad) kecil, dan akan menghadapi perang yang lebih besar,
yaitu perang melawan hawa nafsu”.
3.
Berjihad
melawan setan dengan cara tidak menaatinya
Jalan
Allah bagi sebagian orang sangat berat untuk dilalui, sebaliknya jalan setan
sangat mudah untuk dilalui karena menjajikan berbagai kenikmatan duniawi.
Disinilah letak pentingnya konsep jihad dalam pengertian melawan setan, karena
kaum muslimin harus mengerahkan semua kemampuannya dengan sungguh-sungguh untuk
melawan hawa nafsunya.
4.
Melawan
orang-orang kafir dengan argumen dan hujjah
Konsep
jihad bagi orang Islam adalah mematahkan argumen-argumen orang kafir yang
memojokan ummat Islam. Jadi, seorang Muslim yang sedang mempersiapkan dirinya
untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an maka ia juga sebenarnya dalam rangka
berjihad di jalan Allah.
xsù ÆìÏÜè? úïÍÏÿ»x6ø9$# NèdôÎg»y_ur ¾ÏmÎ/ #Y$ygÅ_ #ZÎ72 ÇÎËÈ
Artinya:
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap
mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar”.
Jihad melawan orang kafir terbagi dua bentuk: jihad difa’
(defensive / membela diri) dan jihad tholab (ofensif / memulai penyerangan
lebih dulu), adapun yang dilakukan oleh para Teroris tidak diragukan lagi
adalah jihad ofensif, sebab jelas sekali mereka yang lebih dulu menyerang,
bahkan menyerang orang yang tidak bersenjata. Dalam jihad defensif, ketika umat
Islam diserang oleh musuh maka kewajiban mereka untuk membela diri tanpa ada
syarat-syarat jihad yang harus dipenuhi. Namun untuk ketegori jihad ofensif
terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum melakukan jihad
tersebut. Disinilah salah satu perbedaan mendasar antara jihad dan terorisme.
Bahwa jihad terikat dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala
dalam syari’at-Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan tersebut
5.
Berjihad
melawan para pendukung kesesatan dengan cara memeranginya
Syarat
pendukung kesesatan yang diperangi yaitu: pertama, para pendukung kesesatan itu
nyata-nyata telah melakukan penyerangan terhadap kaum Muslim. Kedua, perang
yang dilancarkan terhadap para pendukung kesesatan itu tidak membawa mudlarat
yang lebih besar. Jika perang dilakukan hanya akan membawa kebinasaan bagi kaum
muslimin sendiri karen kekuatan yang tidak seimbang, maka perang terhadap
pendukung kesesatan bukanlah pilihan terbaik karena membawa mudlarat yang lebih
besar[21].
w â/ä38yg÷Yt ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ã Îû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_Ìøä `ÏiB öNä.Ì»tÏ br& óOèdry9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍkös9Î) 4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]t ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.Ì»tÏ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4
`tBur öNçl°;uqtFt Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ
Artinya:
8. “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil”.
9. “Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. Dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim”.
Jadi,
pertumpahan darah bukanlah target tetap dalam Islam. Sebagai bukti,
bahwa target jihad adalah justru untuk menghidupkan jiwa dan pelaksanaan
syariat, bukan justru untuk melenyapkan nyawa[22].
ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºs $oYö;tF2 4n?tã ûÓÍ_t/ @ÏäÂuó Î) ¼çm¯Rr& `tB @tFs% $G¡øÿtR ÎötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù @tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uômr& !$uK¯Rr'x6sù $uômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4
ôs)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZÏWx. Oßg÷YÏiB y÷èt/ Ï9ºs Îû ÇÚöF{$# cqèùÎô£ßJs9 ÇÌËÈ
Artinya: “oleh
karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Hukum Islam
terhadap terorisme dapat kita lihat pada QS. Al-Maidah: 33
$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tur Îû ÇÚöF{$# #·$|¡sù br& (#þqè=Gs)ã ÷rr& (#þqç6¯=|Áã ÷rr& yì©Üs)è? óOÎgÏ÷r& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYã ÆÏB ÇÚöF{$# 4
Ï9ºs óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# (
óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOÏàtã ÇÌÌÈ
Artinya:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar.”
E. Perbedaan
Jihad dan Terorisme
Terorisme dan jihad sebenarnya merupakan persoalan yang berbeda
secara konseptual, namun kadang kala terjadi kerancuan pemahaman terutama bagi
kelompok orang yang mengklaim bahwa mereka melaksanakan perintah jihad dalam
melakukan tindakan kekerasan. Pelaksanaan jihad mereka bersifat destruktif dan
bertentangan dengan prinsip-prinsip jihad yang disyariatkan, sehingga bisa saja
dikategorikan sebagai terorisme.
MUI membedakan antara terorisme dan jihad dalam aspek-aspek yang
berkaitan dengan sifat, tujuan dan operasional (aksi):[23]
Pertama dari segi sifatnya, terorisme selalu mendatangkan kerusakan
(ifshad) dan anarkis atau chaos (faudha) yang berdampak
signifikan terhadap masyarakat baik moril maupun materiil. Sedangkan Jihad
bersifat melakukan upaya-upaya menuju perbaikan (islah) sekalipun dalam
bentuk peperangan. Oleh karena itu perang yang dilakukan dalam rangka aplikasi
jihad lebih menekankan pada kemaslahatan umat dan meminimalisasi kerusakan
sarana dan prasarana serta lingkungan di wilayah yang menjadi sasaran perang.
Kedua, ditinjau dari segi tujuannya, terorisme memiliki
karakteristik untuk menciptakan dan membangkitkan kepanikan dalam masyarakat
dan pemerintah. Sebaliknya, jihad semata-mata berupaya menegakkan agama Allah
dan melindunginya dari berbagai intervensi pihak-pihak yang ingin
mendiskreditkan, menodai dan bahkan mungkin menghancurkan agama tersebut. Jihad
juga mempunyai misi membela hak-hak individu maupun masyarakat yang terzalimi,
terdiskriminasi dan tertindas oleh kelompok dominan atau imperialis.
Ketiga, dari segi aksinya (operasionalisasi), tindakan kekerasan
terorisme biasanya dilancarkan tanpa mempertimbangkan aturan dari nilai-nilai
normatif serta tidak memiliki misi dan sasaran yang jelas tentang obyek atau
sasaran serangan. Berbeda halnya dengan operasional jihad yang memuat
aturan-aturan dan prinsip peperangan, dikantaranya sasaran serangan harus jelas
yakni dilimitasi terhadap musuh yang menyerang, sehingga bisa menghindari
korban dari kelompok yang memiliki hak perlinndungan keamanan antaralain, warga
sipil dan yang bukan pejuang, perempuan, anak-anak, pendeta dan manula (manusia
lanjut usia).
Perlu di sebar dan ditekankan bahwa perang adalah keadaan darurat, bukan
keadaan yang dikehendaki Islam. Perang yang telah terjadi dalam sejarah islam
dapat dikatakan sebagai kecelakaan sejarah, yang sebagiannya dapat dimengerti
dan dibenarkan, misalnya ketika umat Islam di Madinah harus mempertahankan diri
dari kemungkinan kehancuran fatal oleh kekuatan kaum kafir/musyrik Quraisy di
Makkah. Islam dari awal kehadirannya mengajarkan kasih sayang dan memaafkan,
namun ajaran ini tertutup oleh kesibukan dalam berperang dan terlupakan untuk
waktu yang sangat lama.[24]
IV.
Kesimpulan
Dari makalah
ini dapat disimpulkan bahwa, Terorisme adalah setiap tindakan atau ancaman yang
dapat mengganggu keamanan orang banyak baik jiwa, harta, maupun kemerdekaannya
yang dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun negara.
Adapun faktor yang menyebabkan
terjadinya terorisme adalah Jauh dari tuntunan syari’at Allah, Jahil terhadap
tuntunan syari’at dan sedikitnya pemahaman agama, Sikap ekstrem, Jauh dari
tuntunan ulama, Mengikuti ideologi menyimpang, Hizbiyah terselubung, Tersebarnya
buku-buku yang memuat ideologi terorisme, Paham khawarij, Kerusakan media massa,
Diletakkannnya berbagai rintangan terhadap dakwah yang haq.
Hampir semua pemuka Islam menolak adanya pengkaitan antara Islam
dengan Terorisme. Ajaran Islam dipandang mengajarkan perdamaian dan bukan
terorisme. Terlepas dari penolakan label terorisme itu, realitas menunjukan
bahwa ada kelompok-kelompok di dalam Islam yang menggunakan simbol Islam di
dalam mencapai tujuannya, termasuk melalui cara-cara terorisme.
Perbedaan Jihad dan Terorisme adalah: terorisme selalu mendatangkan
kerusakan (ifshad), sedangkan Jihad bersifat melakukan upaya-upaya
menuju perbaikan (islah) sekalipun dalam bentuk peperangan. Terorisme
bertujuan menghancurkan pihak lain, sedangkan jihad bertujuan menegakkan agama
Allah. Terorisme tanpa mempertimbangkan aturan dari nilai-nilai normatif serta
tidak memiliki misi dan sasaran yang jelas, sedangkan jihad mengikuti aturan
yang ditentukan oleh syari’at.
V.
Penutup
Demikian
pemaparan makalah mengenai Islam dan Terorisme ini. Dengan berakhirnya makalah
yang kami buat ini, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan
kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan khususnya bagi para pemakalah.
Daftar Pustaka
A Rahman. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002.
Abdul Wahid, Dkk. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan
Hukum. Banadung: Refika
Aditama. 2004.
Ali Anwar Yusuf. Studi Agama
Islam. Bandung: Pustaka setia. 2003.
Dzulqarnain M Sanusi. Antara
Jihad dan Terorisme. Makasar: Pustaka As-Sunnah. 2011.
Kasjim Salenda. Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum
Islam. Badan Litbang dan Diklat
Departemen
Agama RI. 2009.
M Zaki Mubarak. Genealogi Islam
Radikal di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. 2007.
Machasin. Islam Dinamis dan Islam
Harmonis. Yogyakarta: LKiS. 2011.
Mirra Noor Milla. Mengapa Memilih Jalan Teror: Analisis
Psikologis Pelaku Teror. Yogyakarta:
Gadjah Mada
University Press. 2010.
Muhammad Asfar, dkk. Islam Lunak Islam Radikal. Surabaya: Pusat
Studi Demokrasi dan HAM
dan JP Press. 2003
R. Garaudy, Zionis Sebuah Gerakan
Keagamaan dan Politik. Jakarta: Gema Insani Press. 1988.
Biodata Penulis
Nama : Shofi
Khoirun Niswah
NIM : 133911027
Jurusan : PGMI
TTL : Grobogan,
05 Oktober 1995
Pendidikan : SD Negeri 02
Tarub
Mts. Nuril Huda Tarub
MA YPI Klambu
Univesitas Islam Negeri Walisongo
Alamat : Tarun Rt.
03/03 Tarub Tawang Harjo, Grobogan
No tlp : 085-640-920-423
Email : shofyniezwah@gmail.com
Nama :
Rokhisatun Nasihah
NIM : 133911028
Jurusan : PGMI
TTL : Demak,
23 Oktober 1994
Pendidikan : SD Negeri 01
Jungpasir
Mts. Bandar Alim Jungpasir
MA YPKM Raden Fatah Jungpasir
Univesitas Islam Negeri Walisongo
Alamat : Jungpasir
Rt 01/05 Wedung Demak
No tlp :
085-727-696-430
Nama : Wiji
Astuti Ningsih
NIM : 133911028
Jurusan : PGMI
TTL : Cilacap,
22 Agustus 1996
Pendidikan : SD Negeri 4
Pagubugan Kulon
SMP 01 Binangun
MA Negeri Kroya
Univesitas Islam Negeri Walisongo
Alamat : Jl. Rancah
Rt. 05/02 Binangun, Cilacap
No tlp : 089-605-694-275
Email : wiji.astuti857@gmail.com
[1]DR. H. Ali
Anwar Yusuf, M.Si, Studi Agama Islam, Bandung: Pustaka setia, 2003, hlm.
32
[2] Drs. Abdul
Wahid, SH., MA. Dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Banadung:
Refika Aditama, 2004, hlm. 22
[3] Dr. Kasjim
Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, BAdan Litbang
dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, hlm. 79-80
[4] Drs. Abdul
Wahid, SH., MA. Dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum,
hlm. 31
[5] Dr. Kasjim
Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, hlm. 79-80
[6] Prof.
Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: Gama Media,
2003, hlm. 35
[7]Machasin, Islam
Dinamis dan Islam Harmonis, Yogyakarta: LKiS, 2011, hlm. 213
[8] Dr. Kasjim
Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, hlm. 83
[9] Dr. Kasjim
Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, hlm. 85
[10] Dzulqarnain M.
Sanusi, Antara Jihad dan Terorisme, Makasar: Pustaka As-Sunnah, 2011,
hlm. 167-177
[11] Dzulqarnain M.
Sanusi, Antara Jihad dan Terorisme, hlm. 197
[12] Dzulqarnain M.
Sanusi, Antara Jihad dan Terorisme, hlm. 201-203
[13] Muhammad
Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal, Surabaya: Pusat Studi Demokrasi
dan HAM dan JP Press, 2003, hlm. 62-63
[14] Muhammad
Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal, hlm. 67
[15]M Zaki Mubarak,
Genealogi Islam Radikal di Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,
2007, hlm. 356
[16] Muhammad
Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal, hlm. 50-51
[17] Mirra Noor
Milla, Mengapa Memilih Jalan Teror: Analisis Psikologis Pelaku Teror, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2010, hlm. 6
[18] Drs. Abdul
Wahid, SH., MA. Dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, hlm.
42-43
[19] Muhammad
Asfar, Islam Lunak Islam Radikal, hlm. 57
[20] R. Garaudy, Zionis
Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik, Jakarta: Gema Insani Press, 1988 hlm.
20
[21] Muhammad
Asfar, Islam Lunak Islam Radikal, hlm. 202-206
[22] A. Rahman, Penjelasan
Lengkap Hukum-Hukum Allah, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2002) hlm.
549
[23] Dr. Kasjim
Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, hlm. 205-209
[24] Machasin, Islam
Dinamis dan Islam Harmonis, hlm. 219
Tidak ada komentar:
Posting Komentar